Kewajiban
PENGERTIAN
Menurut FASB kewajiban diartikan sebagai pengorbanan
manfaat ekonomik masa datang yang cukup pasti yang timbul dari keharusan
sekarang suatu kesatuan usaha untuk menstransfer aset atau
menyediakan/menyerahkan jasa kepada kesatuan lain datang sebagai akibat
transaksi atau kejadian masa lalu. Terdapat beberapa pengertian lain
selain dari FASB yaitu seperti pengertian menurut IASC, AASB, dan APB
No. 4, tetapi pada umumnya dijelaskan bahwa kewajiban memiliki tiga
kharakteristik utama yang terdiri atas pengorbanan manfaat ekonomik masa
datang, keharusan sekarang untuk menstransfer aset, dan timbul sebagai
akibat transaksi masa lalu.
Untuk dapat disebut sebagai suatu kewajiban, suatu
objek harus memuat suatu tugas atau tanggung jawab kepada pihak lain
yang mengharuskan kesatuan usaha untuk melunasi, menunaikan, atau
melaksanakannya dengan cara mengorbankan manfaat ekonomik di masa yang
akan datang. Berdasarkan pengertian tersebut bisa dikatakan bahwa suatu
kewajiban hanya terjadi antar kesatuan usaha atau paling tidak
melibatkan kesatuan usaha lain.
Untuk dapat disebut sebagai kewajiban, suatu
pengorbanan ekonomik masa datang harus timbul akibat keharusan sekarang.
Pengertian sekarang ini mengandung pengertian (1) waktu, yaitu tanggal
pelaporan, dan (2) adanya. Beberapa keharusan yang tercakup dalam
pengertian kewajiban ini adalah keharusan kontraktual, keharusan
konstruktif, keharusan demi keadilan, dan keharusan bergantung atau
bersyarat. Walapun secara definisional keharusan-keharusan tersebut
menimbulkan kewajiban, tidak semua kewajiban diakui dalam akuntansi.
Transaksi atau kejadian masa lalu merupakan kriteria
untuk memenuhi definisi tetapi bukan kriteria untuk pengakuan. Transaksi
masa lalu yang dimaksud disini adalah transaksi yang menimbulkan
keharusan sekarang telah terjadi.
Suatu transaksi atau kejadian yang dapat disebut
sebagai transaksi atau kejadian masa lalu bukanlah pada penandatanganan
order tetapi datangnya dan penerimaan order. Kemudian terkait dengan
kontrak pembelian, terdapat dua pendapat, yang pertama memperlakukan
kontrak sebagai eksekutori sehingga kewajiban tidak perlu diakui.
Alasannya adalah manfaat masa datang belum diakui secara nyata. Pendapat
yang kedua menganjurkan bahwa kewajiban diakui pada saat
penandatanganan kontrak bersamaan dengan aset (sediaan) yang terlibat.
Alasannya adalah, pada dasarnya ketiga kriteria kewajiban telah
terpenuhi. Most (1982, hlm. 352) mengemukakan saat yang tepat dalam
penentuan transaksi masa lampau, yaitu:
-
Pemenuhan definis aset
-
Kekuatan mengikat, yaitu seberapa kuat bahwa pelaksanaan kontrak tidak dapat dibatalkan
-
Kebermanfaatan bagi keputusan.
Selain dari tiga kriteria kewajiban diatas, FASB juga
menyebutkan beberapa karakteristik pendukung yaitu keharusan membayar
kas, identitas terbayar jelas, dan terpaksakan secara atau berkekuatan
hukum.
Pengertian kewajiban merupakan cerminan dari aset.
Transaksi suatu kejadian masa lalu menimbulkan penguasaan sekarang
pemerolehan manfaat ekonomik masa datang untuk aset sedangkan untuk
kewajiban hal tersebut menimbulkan keharusan sekarang pengorbanan
manfaat ekonomik masa datang. Memiliki kesamaan dengan aset yang
direpresentasi oleh tiga tahapan (pemerolehan, pengolahan, dan
penyerahan), kewajiban juga direpresentasi tiga tahapan, yaitu
pengakuan, penelusuran, dan pelunasan.
Kewajiban diakui pada saat keharusan telah mengikat
akibat transaksi yang sebelumnya terjadi. Kewajiban dapat diakui atas
dasar kriteria pengakuan yaitu definisi, keterukuran, keterandalan, dan
keberpautan. Kam (hlm 119-120) mengajukan empat kaidah pengakuan untuk
menandai pengakuan kewajiban yaitu ketersediaan dasar hukum,
keterterapan konsep dasar konservatisme, ketertentuan substansi ekonomik
transaksi, dan keterukuran nilai kewajiban. Keempat kaidah tersebut
dapat memberikan petunjuk tentang adanya bukti teknis untuk mengakui
kewajiban.
Penentuan kos kewajiban pada saat terjadinya paralel
dengan pengukuran aset, dan pengukur yang paling objektif untuk
menentukan kos kewajiban pada saat terjadinya adalah dengan penghargaan
sepakatan dalam transaksi-transaksi dan bukan jumlah rupiah pengorbanan
ekonomik masa datang. Penghargaan suau kewajiban merefleksi nilai setara
tunai atau nilai sekarang kewajiban yaitu jumlah rupiah pengorbanan
sumber ekonomik seandainya kewajiban dilunasi pada saat terjadinya.
Dasar pengukuran kewajiban yang paling objektif adalah kos tunai
atau kos tunai implisit. Karena kewajiban merupakan cerminan dari aset,
maka pengukurannya juga mengikuti pengukuran aset.
Nilai nominal atau jatuh tempo obligasi sering
dianggap sebagai jumlah rupiah kesepakatan pada saat penerbitan obligasi
baik bagi penerbit maupun bagi kreditor. Dasar pengukuran demikian
tidak tepat. Utang obligasi diukur dan diakui atas dasar jumlah rupiah
yang diterima dalam penerbitan obligasi, sedangkan diskun dan premium
obligasi merupakan jumlah rupiah penyesuaian bunga nominal untuk
mendapatkan bunga efektif.
Kewajiban dapat bersifat moneter dan nonmeneter.
Kewajiban moneter adalah kewajiban yang pengorbanan sumber ekonomik masa
datangnya berupa kas dengan jumlah rupiah dan saat saat yang pasti.
Kewajiban moneter ini dikukur atas dasar nilai diskunan pembayaran kas
masa datang (jangka panjang) dan atas dasar nilai nominal (jangka
pendek). Kewajiban nonmeneter adalah keharusan untuk menyediakan barang
dan jasa dengan jumlah dan saat yang cukup pasti yang biasanya timbul
karena penerimaan pembayaran dimuka untuk barang dan jasa tersebut.
kewajiban nonmeneter diukur atas dasar pembayaran tersebut yang
menunjukkan harga yang disepakati untuk barang dan jasa.
Penilaian
Penilaian kewajiban pada saat tertentu adalah
penentuan jumlah rupiah yang harus dikorbankan seandainya pada saat
tersebut kewajiban harus dilunasi, dengan kata lain penilaian adalah
penentuan nilai sekarang kewajiban. Atribut pengukuran menurut FASB
adalah nilai pasar sekarang, nilai pelunasan neto, dan Nilai diskunan
aliran kas masa datang. Penilaian dalam tahap penelusuran adalah Penilaian kewajiban setiap saat dalam perioda dari saat pengakuan sampai pelunasan.
Pelunasan adalah tindakan atau upaya yang sengaja
dilakukan oleh kesatuan usaha untuk memenuhi kewajiban pada saatnya dan
dalam kondisi normal usaha sehingga tia bebas dari kewajiban tersebut.
pelunasan biasanya merupakan pemenuhan secara langsung kepada pihak yang
berpiutang.
Pelunasan secara langsung juga disebut dengan
pelunasan secara yuridis karena kewajiban kepada pihak yang berpiutang
secara yuridis hapus melalui transaksi langsung yang benar-benar
terjadi. Pelunasan secara tidak langsung terjadi apabila kesatuan usaha
melakukan tindakan yang mengarah ke pelunasan misanya dengan pembentukan
dana khusus. Masalah akuntansi yang berkaitan dengan pelunasan langsung
atau tidak langsung adalah penentuan kapan kewajiban telah dapat
dikatakan hapus atau lenyap sehingga jumlah rupiahnya dapat diakui dari
sistem pembukuan.
Kewajiban dapat dinyatakan lenyap dan diawaakui dari
catatan bila debitor telah (a) membayar kreditor dan terbebaskan dari
semua keharusan yang melekat pada kewajiban, dan (b) dibebaskan secara
hukum sebagai penanggung utang uama oleh keputusan pengadilan atau
kreditor. Keadaan pembebasan substantif tidak memenuhi kriteria kritis
untuk mengawaakui kewajiban. Kewajiban tidak lenyap dengan sendirinya
meskipun perusahaan telah menyediakan dana yang cukup untuk melunasinya.
Pelunasan Sebelum Jatuh Tempo
Bila kewajiban dilunasi sebelum jatuh tempo, nilai
jatuh tempo (nominal) dengan sendirinya merefleksi nilai sekarang (saat
pelunasan) kewajiban sehingga tidak ada selisih antara jumlah rupiah
yang dibayar dan nilai nominal. Namun pada umumnya selisih yang terjadi
adalah selisih antara nilai bawaan dan nilai penebusan atau penarikan.
Bila penarikan dilakukan dengan pendanaan kembali, terdapat tiga
perlakuan terhadap selisih tersebut yaitu diamortisasi selama sisa umur
semua piutang yang dilunasi, diamortisasi selama umur utang baru, dan
diakui sebagai laba atau rugi pada saat penarikan.
Aset dan kewajiban finansial merupkan pos-pos
statemen keuangan sebagai konsekuensi adanya instrumen finansial.
Instrumen finansial pada dasarnya merupakan alat pembayaran atau
penjaminan sehingga dapat digunakan oleh pemegangnya untuk melunasi
utang. Utang terkonversi (convertible debt) merupakan salah
satu instrumen finansial tersebut. Karakteristik obligasi konversi
menimbulkan maslah akuntansi pada saat pengakuan, pengkonversian, dan
pelunasan.
Karena bersifat kewajiban dan ekuitas, masalah pada
saat pengakuan adalah apakah harga penerbitan (kos) obligasi harus
dipecah menjadi porsi yang merepresentasi utang obligasi (masuk
kewajiban) dan porsi yang merepresentasi hak konversi (masuk ekuitas)
atau harga penerbitan tidak dipecah dan utang terkonversi dianggap utang
semata-mata.
Terdapat dua perbedaan pendapat mengenai hal
tersebut. Pendukung pemisahan berpendapat bahwa hak konversi dapat
dinilai karena hak tersebut tidak berbeda dengan hak beli saham.
Sementara itu, pendukung semata-mata utang mengatakan seballiknya.
Landasan mereka dalam memperlakukan utang terkonversi semata-mata
sebagai utang adalah ketidakterpisahan (inseparability) dan kepraktisan (practicality). Hal ini pula yang menjadi basis APB dalam memandang nilai obligasi dan hak konversi sebagai satu kesatuan.
Pembebasan substantif adalah suatu keadaan yang
dicapai pada saat debitor telah menempatkan kas atau aset lainnya ke
perwalian yang ditujukan semata-mata untuk pelunasan utang tertentu (dan
tidak dapat ditarik kembali) dan pada saat itu dapat dipastikan bahwa
debitor tidak lagi harus melakukan pembayaran karena dana yang terkumpul
dan aliran kas dari aset tersebut cukup untuk menutup pokok pinjaman
dan bunga.
Masalah teoritis dalam hal pembebasan substantif
adalah apakah pada saat terjadi pembebasan substantif perusahaan dapat
mengawaakui kewajiban. Pada awalnya standar yang terdapat dalam FASB
memperbolehkan pengawaakuan kewajiban pada saat tercapainya pembebasan
substantif melalui SFAS No. 76. tetapi kemudian membatalkannya dengan
dikeluarkan SFAS No. 125. Dalam standar tersebut FASB menegaskan bahwa
pada saat terjadi pembebasan substantif, kewajiban tidak dapat dihapus
karena kejadian tersebut tidak memenuhi karakteristik atau kriteria
kritis sebagaimana yang tercantum dalam standar.
Alasan yang lain yang sering dikemukakan adalah
pengawaakuan kewajiban pada saat tercapainya pembebasan substantif sama
saja dengan mengkompensasi kewajiban dengan aset. Hal ini merupakan
praktik tidak layak.
Secara umum, kewajiban disajikan dalam neraca
berdasarkan urutan kelancarannya sejalan dengan aset. PSAK No. 1
menggariskan bahwa aset lancar disajikan menurut urutan likuiditas
sedangkan kewajiban disajikan menurut urutan jatuh tempo. PSAK No. 1
menentukan bahwa semua kewajiban yang tidak memenuhi kriteria sebagai
kewajiban jangka pendek diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka
panjang. Kriteria tersebut adalah (a) diperkirakan akan diselesaikan
dalam jangka waktu siklus normal operasi perusahaan, atau (b) jatuh
tempo dalam jangka waktu dua belas bulan dari tanggal neraca.
Kewajiban tidak selayaknya disajikan di neraca dengan
mengkompensasinya atau mengontranya dengan aset yang dianggap
berkaitan, kecuali dalam keadaan khusus yang di dalamnya pihak pelapor
mempunyai hak mengontra. Definisi dari hak mengontra sebagai dijelaskan
oleh FASB adalah hak yuridis debitor, lantaran kontrak atau lainnya,
untuk menghapus semua atau sebagaian utang kepada pihak lain dengan cara
mengkompensasi utang tersebut dengan jumlah yang pihak lain berutang
kepada debitor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar